Direktur Operasi II PT Hutama Karya
Ferry Febrianto
Ingin Bisa Menjadi Role Model

Posisi puncak dalam karier sudah dicapai Ferry. Tentu dengan penuh perjuangan. Satu hal yang masih ingin ia capai yakni memberikan legacy. Sebagai ahli teknik sipil, legacy itu tak sekadar berupa fisik yang fenomenal. Ia berharap bisa nyontoni (memberi contoh), bukan hanya ngandani (menasihati). “Itulah ultimate legacy, bisa jadi role model,” ujarnya bijak.

Teknik sipil adalah bidang yang sudah mengakar dalam keluarga Ferry. Banyak anggota keluarganya berlatar belakang ilmu teknik sipil. Bahkan Prof. Sedyatmo, penemu sistem pondasi cakar ayam, masih kerabatnya. Maka, tidak aneh jika bungsu dari delapan bersaudara ini berminat melanjutkan ke teknik sipil, selepas dari SMA 1 Solo. Berkat kecerdasannya ia bisa masuk Fakultas Teknik Universitas Diponegoro lewat jalur PMDK, pada tahun 1984.

Semasa kuliah Ferry tak hanya sibuk belajar. Sejak semester 5 sampai hampir lulus ia langganan aktif di kepanitiaan setiap ada kegiatan. Kelahiran Surakarta, 21 Februari 1965 ini juga aktif di Mapateksi dan tim basket. Aktif di kelompok pencinta alam ikut membentuk karakternya, sehingga lebih terbiasa membuat persiapan dan perencanaan yang akurat.

Kemampuannya bekerja dalam tim juga terasah ketika aktif di olahraga basket. Tim basketnya bahkan pernah mengalahkan tim Unika Soegijapranata dalam pertandingan teknik sipil antaruniversitas. “Pas angkatan saya itu sekali-kalinya jadi juara. Secara teknik individu lawan lebih bagus, tapi kita menang strategi,” kisahnya.

Jahilnya mahasiswa, apalagi di teknik yang mayoritas laki-laki, juga pernah dialami Ferry. Ia ingat dulu kadang ikut nongkrong di kantin di area kampus di Pleburan. “Biasanya anak-anak teknik ini cari ‘mangsa’, kalau nggak anak ekonomi, ya hukum, atau sastra,” katanya. Dulu ia juga kerap mengerjai mahasiswa baru untuk menyetor rokok ketika ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus). 

Tantangan Karier

Titik balik kehidupannya terjadi saat ada pembangunan gedung di kampusnya. Kala itu kontraktornya PT Adhi Karya. Ferry menyaksikan pembangunan itu dan mulai berpikir untuk menerapkan ilmu teknik sipilnya di suatu proyek, padahal ia belum lulus.   

Waktu itu Ferry tidak langsung berkarier di PT Adhi Karya. Ia lebih dulu magang di PT Geomatra. Mata kuliah pengukuran yang didapat di kelas ia terapkan di tempat kerja ini. “Ilmu teknik sipil kalau diterapkan lebih nyanthol,” katanya. Setahun kemudian ia pindah ke pembangunan perumahan sebagai pelaksana.  

Selanjutnya ia memberanikan diri melamar ke PT Adhi Karya, dan diterima. Ia pun terlibat dalam beberapa proyek, seperti di Blora dan normalisasi Kali Tipar Kroya. Ferry menghadapi tantangan baru, ketika menangani banjir Sungai Tuntang dan tanggul jebol. Dari segi fisik proyek bukan hal rumit baginya untuk menangani. Namun, saat itu ada target lain, yakni di Desa Gubug ada makam orang tua Ibu Ainun Habibie. Kebetulan saat itu Ibu Ainun mau berziarah. Itu artinya lokasi makam dan sepanjang area yang akan dilalui Ibu Habibie harus segera dibuat rapi. “Kompleksitas proyek kadang seperti itu, dan ini kan tidak didapat di bangku kuliah,” ujar Ferry yang lulus dari Undip tahun 1991 ini.

Kariernya di PT Adhi Karya terus meningkat. Pada tahun 2012-2013 ia dipercaya menduduki posisi Direktur Utama PT Adhi Persada Realty (anak perusahaan PT Adhi Karya). Untuk meningkatkan kompetensi, ia rajin mengikuti pelatihan. Ia antara lain sempat mendapat pelatihan Teknologi Beton (PT Adhi Karya); ISO 9000/Keterampilan Audit Mutu Internal (PT Indah Karya); dan International Project Management Training (LPP BUCK).

Tahun 2013 ia dipercaya menangani PT Pegadaian (Persero) sebagai Direktur Manajemen Aset. Tahun 2018 Ferry mendapat tugas baru sebagai Direktur Operasi PT Patra Jasa. Sejak pertengahan 2020  ia menduduki posisi Direktur Operasi II PT Hutama Karya.

Selain kompetensi yang mumpuni, ada tiga kunci yang menurut Ferry membuat dirinya lolos uji untuk menduduki berbagai posisi penting tersebut, yaitu integritas, disiplin diri, dan pencapaian (tidak gampang puas diri).  

Di sela-sela kesibukan kerja, Ferry tetap menyempatkan diri untuk menikmati kebersamaan dengan sang isteri, Rofi Yulysa serta anak-anak tercinta, Thariq Haydar Hafiz dan Farouq Haytsam Hazim. Ia mengaku sudah jarang berolahraga, tetapi tetap gemar menonton tayangan olahraga lewat YouTube maupun televisi. Ia menyukai tayangan yang melukiskan daya juang, ketangguhan, dan sikap pantang menyerang.  

Soal makanan, Ferry mengaku tidak pilih-pilih. Jika pulang ke Solo ia tak akan melewatkan kesempatan untuk menyantap sega liwet, thengkleng, sate ayam, dan menikmati wedangan. Hobi mengoleksi lukisan, wayang, batik, dan keris masih ia jalani. “Lebih untuk filantropi, demi pelestarian budaya,” tuturnya. Memelihara kuda juga masih digemarinya, apalagi putra sulungnya adalah atlet berkuda. Menurutnya kuda itu mengenal emansipasi, maka tidak terlalu berbeda antara jantan dan betina.

Tingkatkan Jiwa Korsa

Sebagai alumnus Undip, Ferry berharap apa yang sudah dihasilkan almamater bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya, misalnya dibuat kerja sama antara kampus dan perusahaan untuk mengembangkan SDM. Lulusan S1, tambahnya, masih generik, sehingga saat terjun ke dunia kerja diperlukan durasi untuk lesson learned, rerata dua tahun.

“Itu boros. Harusnya saat kuliah sudah diarahkan tujuannya, ada karier planning, saat semester 2 atau 3 sudah ada kluster, misalnya mau ke konsultan, kontraktor, atau birokrat. Ini untuk mendewasakan mahasiswa dan memangkas management trainee. Jadi kalau lulus, melamar ke perusahaan tidak perlu mengulang dari awal,” jelasnya.

Selain untuk almamater, Ferry tentu ingin ikut berperan nyata bagi masyarakat Indonesia. Ia berharap Undip terus meningkatkan kualitas sehingga menjadi universitas terbaik dan menjadi pilihan utama. Untuk Ika Undip Ferry berpesan agar selalu meningkatkan jiwa korsa dan kekompakan, serta berperan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara RI.