Direktur Keuangan Bank Jateng
Dwi Agus Pramudya
Profesionalitas Itu Pembelajaran Tanpa Akhir

Meski lahir di Boyolali, tetapi Dwi Agus Pramudya menikmati masa kecil dan besar di Semarang. Tak heran jika ia memimpikan bisa kuliah di Undip, sebuah lembaga pendidikan yang bereputasi tinggi dan menjadi kebanggaan orang Semarang.

Saat lulus dari SMA Kolese Loyola di tahun 1979 ia sempat galau. Di satu sisi ia ingin masuk Undip. Namun, ia juga terobsesi untuk mendalami Bahasa Inggris di IKIP agar kelak bisa mengikuti jejak orang tua yang berprofesi guru. Kebetulan Agus diterima di Undip dan IKIP.

Akhirnya ia memilih Fakultas Ekonomi Undip dengan harapan masa depannya akan lebih berkembang. Sebagai mahasiswa FE Undip Agus mengaku sangat bangga dengan jaket kuning yang menjadi identitas fakultas. “Itu luar biasa bagi saya, pakai jaket kuning suatu kebanggaan. Sampai sekarang masih terngiang-ngiang mars ekonomi,” kenangnya seraya menyanyikan sedikit lirik mars tersebut.

Satu lagi yang tak bakal dilupakan yakni Pak Hartowo, dosen yang mengajar ekonomi mikro dan dikenal killer. “Waduh itu kalau kuliah Pak Hartowo rasanya antara takut, males, gimana gitu. Tapi sampai sekarang ilmu yang ditanamkan sangat bermanfaat untuk pekerjaan saya. Jadi analis kredit itu didasarkan pada ekonomi mikro. He is not a killer teacher, tapi dosen yang sangat berpengaruh,” ungkap kelahiran 8 Agustus 1960 ini.  

Ia tak terlalu aktif dalam organisasi mahasiswa, apalagi yang berafiliasi politik, dan lebih condong ke aktivitas kerohanian. Ia pun mendirikan PMK (Persekutuan Mahasiswa Kristen) di tahun 1982 dan menjadi ketuanya.  Organisasi antarfakultas ini mendapat pengakuan dari rektorat dan mendapat subsidi untuk kegiatan operasional. Keberadaan PMK yang masih eksis hingga kini bisa dibilang merupakan legacy Agus di Undip.

Agus rampung kuliah pada September 1984. Saat itu ia masih bergelar Drs (Doktorandus) dan sempat pula mendapat gelar sarjana muda atau BA (Bachelor of Arts). Ia kemudian melamar kerja ke beberapa institusi dan diterima. Pilihannya jatuh ke BRI karena gajinya lebih besar. Ia terus terang menyatakan, memang mencari penghasilan yang cukup untuk hidup di Jakarta serta membantu orang tua.

April 1985 ia mulai meniti karier di BRI, dari mulai management trainee, melewati job training yang panjang, lalu menjadi analis kredit, hingga ditempatkan di divisi umum. Tahun 1990-1993 ia mendapat beasiswa untuk program studi Master of Business Administration (MBA) di State University of New York, Buffalo, Amerika Serikat. Lulus master ia diminta magang di BRI New York. Setelah itu sekitar enam tahun ia ditempatkan di Divisi Treasury.

Pada 1999-2003 Agus didaulat menjadi Direktur PT Inter-Pacific Securities di BRI, kemudian  menjabat Kepala Divisi Bisnis Ritel Bank-BRI (2006-2007), dan Kepala Divisi Bisnis BUMN-BRI (2007-2012). Selama di BRI Agus banyak menangani divisi baru. Ia ikut merintis lembaga keuangan dan investasi, jasa pasar modal, dana pensiun, dan lainnya. Ia meletakkan dasar-dasar pondasi yang kuat, dan rintisannya itu, salah satunya kustodian sekarang menjadi bisnis yang luar biasa.

Selanjutnya ia dipromosikan ke BUMN lain yakni sebagai Direktur Keuangan PT Pegadaian (Persero) di tahun 2012-2017.  Selesai di Pegadaian, sambil menunggu penugasan berikutnya, ia melihat di surat kabar ada iklan lowongan di Bank Jateng. Jadilah ia melamar dan diterima, maka sejak 1 Januari 2018 Agus mengemban tugas sebagai Direktur Keuangan Bank Jateng.

Bagi Agus jabatan adalah amanah, yang sewaktu-waktu bisa diambil. Tetapi di mana pun bertugas ia teguh memegang prinsip “di mana bumi diinjak di situ langit dijunjung”.  Ia memaknai itu dengan mencurahkan segala kemampuan dan dedikasinya, meski periode tugasnya terbatas. “Di mana pun ditugaskan saya all out. Dedikasi saya untuk perusahaan, tidak ada interest apa pun untuk keuntungan siapa pun, termasuk pribadi,” tegasnya.

Sesuai iman yang dianutnya bahwa hidup untuk melayani, maka ia mengejawantahkan profesionalitas itu bukan mendapatkan sesuatu, tetapi memberikan kompetensi dan kinerja terbaiknya. Profesionalitas baginya juga merupakan pembelajaran tiada akhir. Itu sebabnya hingga saat ini ia masih terus belajar untuk mendapatkan sertifikasi management accounting. “Saya berharap bisa memberikan yang terbaik pada lingkungan, keluarga, komunitas, juga perusahaan. Kalau bisa saya ingin meninggalkan legacy yang baik,” ujar ayah 3 anak ini.

Di kala senggang, Agus mengisinya dengan bermain golf, bersepeda, jalan-jalan bersama keluarga, dan tentu saja ikut aktivitas kerohanian. Kadang ia juga memasak. Karena lama tinggal di Amerika ia menyukai western food. “Saya bisa buat steak yang enak. Saya juga bisa buat kopi,” katanya. Menyantap steak, terus ngopi, hmmm... yummy. @