Direktur PT Kalbe Farma Tbk
Michael Buyung Nugroho
Hidup Harus Memberi Manfaat

Terbiasa melihat sang ayah yang dokter mata tulus membantu orang lain, Buyung pun tertarik menjadi dokter. Maka setamat dari SMA Kolese Loyola, Semarang ia mendaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Tahun 1982 ia resmi menjadi mahasiswa FK Undip. Sebagai mahasiswa kedokteran ia  disibukkan dengan perkuliahan yang padat, karenanya tidak sempat berorganisasi. Meski begitu, ia kerap menjadi panitia berbagai aktivitas, seperti seminar dan bakti sosial. 

Kuliah di FK dirasakan Buyung seperti mendapat keluarga baru. Kebersamaan teman-teman seperjuangan sangat erat. Ia ingat semasa menjalani banyak praktikum, ia tergabung dalam satu tim bersama tujuh teman lainnya. Mereka bekerja dalam satu tim setidaknya selama dua semester, sehingga menjadi akrab satu sama lain.

Ketika mulai praktik di klinik, jaga malam dan ada pasien yang mengalami kondisi di luar dugaan, selalu ditangani bersama. Mereka sama-sama merasakan pengalaman menarik dalam melayani orang lain. Ada pengalaman tak enak, tapi banyak juga yang lucu. Saat masih menjadi co-as misalnya, belum menjadi dokter, tapi sudah dipanggil dokter. “Co-as kan pembantunya pembantu, ilmu masih cetek, tapi nggaya pakai baju putih, sudah dipanggil dok,” kenangnya seraya tertawa.

Kedekatan teman-teman seangkatan di FK Undip itu tetap berlanjut sampai sekarang. Mereka tetap saling berkomunikasi lewat grup WA. Bila ada yang mengalami masalah, mereka akan saling mendukung.

Setelah lulus kuliah Buyung melamar ke Departemen Kesehatan (sekarang Kemenkes) untuk ditempatkan di Puskesmas. Sambil menunggu penempatan ia melamar ke Pertamina untuk menjadi dokter di lepas pantai dan juga beberapa perusahaan lain.

Sebetulnya ia diterima di Pertamina, tapi batal naik rig, karena di saat yang sama ia juga diterima di PT Berca. Buyung akhirnya memilih menjadi salesman di Berca. “Saya keliling-keliling, naik turun mikrolet, naik turun bis nawarin alat-alat kesehatan ke rumah sakit-rumah sakit. Ya gak apa-apa, saya jabanin saja,” ungkap penyuka olahraga renang ini.  

Ketika surat penempatan dari Depkes keluar, Buyung sudah telanjur menikmati dunia industri kesehatan. Ia pun memutuskan tetap berkarier di industri kesehatan. Selanjutnya ia pindah kerja ke PT Takeda Indonesia. Di perusahaan farmasi asal Jepang ini ia bisa lebih banyak memanfaatkan ilmunya untuk mendukung berbagai kegiatan ilmiah.

Enam tahun di Takeda, ia kemudian pindah ke sebuah perusahaan farmasi lokal, PT Ikapharmindo dan bertahan selama empat tahun. Tahun 2000, tepatnya tanggal 22 Desember ia bergabung dengan PT Kalbe Farma. Di sini kariernya terus naik hingga masuk ke board of director di tahun 2014.

Ibarat Biji dan Tanah

Bicara tentang kunci sukses dalam karier, Buyung mengibaratkan perusahaan dan dirinya sebagai tanah dan biji. Bila biji cocok dengan tanahnya, maka akan tumbuh subur. Ia merasa nyambung dengan tempatnya bekerja terutama karena nilai-nilai yang dianut perusahaan.

“Saya bisa sampai 20-an tahun di sini, tidak semata-mata cari penghasilan, tapi punya nilai yang bisa memberikan sesuatu bagi sesama,” tegasnya. Ia lalu memaparkan nilai Panca Sradha Kalbe yang meliputi saling percaya, kesadaran penuh, inovasi, tekad menjadi yang terbaik, dan saling keterkaitan.

Nilai atau makna hidup juga ia petik dari filosofi Jawa yang menjadi slogan teman-teman Undip angkatan 82, yaitu urip iku urup. Bahwa hidup itu harus menyala, harus memberi manfaat bagi sesama.

Membangun karier bagi Buyung adalah mengembangkan orang lain, menggaungkan value ke karyawan. “Jadi leader itu harus bisa menyiapkan anak buah, tidak bercokol di satu posisi itu terus,” kata penggemar sate, bakso, dan nasi goreng ini.

Begitu cocoknya Buyung dengan Kalbe, maka selain kariernya meningkat, perusahaan pun mengalami dampak positif yang signifikan. Perusahaan farmasi lokal ini tak hanya jadi market leader di Indonesia, tetapi sudah menembus pasar global. Kini Kalbe International sudah ada di 10 negara, bahkan sudah berproduksi antara lain di Nigeria dan Myanmar.

Dengan capaian tersebut, pria yang hobi baca dan main lego ini masih ingin mewujudkan mimpi. “Memang sebagai industri farmasi termasuk terbesar di Indonesia, tapi dibanding Cina dan India kita masih jauh. Itu tantangan. Harapannya di global market makin eksis penetrasinya,” tuturnya.

Di dalam kesuksesannya itu, Buyung percaya ada peran besar keluarga. Seperti value yang ia yakini, saling keterkaitan juga ada dalam keluarganya. Sebagai orang tua ia mengedukasi anak, sebaliknya anak juga turut andil dalam keberhasilannya. Istri dan kedua putrinya adalah pendukung terbesar hingga ia mampu berada di titik saat ini. @