Direktur Utama PT BISF
Sutadi
Tiga Jurus Jitu dalam Berkarier

Sejak remaja sepertinya Sutadi sudah punya mimpi yang jelas. Ia merasa harus melakukan perubahan setidaknya bagi diri sendiri. Itu sebabnya Sutadi berusaha bisa sekolah di SMA favorit di Semarang.

“Saya cari sekolah SMA yang bagus, supaya nanti bisa masuk perguruan tinggi favorit,” ujar putra nomor tujuh dari sebelas bersaudara ini. Pria asli Gubug, Purwodadi ini rela kos agar bisa bersekolah di SMAN 3 Semarang. Tak sia-sia, selepas SMA ia diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, tahun 1980. Ia sempat menjajal jurusan Studi Pembangunan, tetapi karena merasa kurang cocok kemudian pindah ke Manajemen.

Semasa kuliah Sutadi mengaku tak banyak terlibat dengan kegiatan kemahasiswaan, seperti senat. Ia lebih tertarik dengan kegiatan bernuansa religi, seperti LAI (Lembaga Amal Islam) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). “Gak ada kegiatan hura-hura, lebih ke kegiatan islami,” ujarnya. Ia lebih memilih ikut kursus mubaligh atau pesantren kilat di bulan Ramadan. Sutadi yang memiliki keahlian sebagai qari dan muadzin ini pun kerap diundang pada acara-acara HMI. Bahkan ia sempat menjadi juara 3 lomba qari yang digelar HMI.

Lulus kuliah tepat waktu Sutadi tidak langsung kerja kantoran. Ia sempat pulang kampung untuk mengelola aset keluarganya. Ada sawah yang luas, bisnis penggilingan padi, hingga gedung bioskop. Sayang, ia tidak bisa menikmatinya. Ia merasa tidak mandiri dan sampai jatuh sakit memikirkan tanggung jawabnya saat itu. 

Kembali Sutadi memberanikan diri untuk melakukan terobosan. Ia nekat ke Jakarta. Sekitar tiga minggu ia melakukan observasi di Jakarta dengan cara naik bis dari satu terminal ke terminal lain, dari Pulo Gadung, Kampung Rambutan, Tanah Abang, juga Grogol. Setelah mendapat gambaran tentang Jakarta ia pulang lagi ke Gubug untuk minta restu orang tua.

Beberapa waktu kemudian, tepat di awal bulan Ramadan Sutadi berangkat ke Jakarta menaiki motor Honda C700 super cup, untuk mengukir karier. Ia mengawali pengalaman kerjanya di sebuah perusahaan yang menjual peralatan elektronik. Selanjutnya ia mengikuti rekrutmen di Bank Rakyat Indonesia dan mulai bekerja di bank tertua di Indonesia itu pada tahun 1988. Harapan sang ayah yang ingin putranya bekerja di bank pun bisa ia wujudkan.

Di BRI Sutadi berpindah-pindah tugas, dari mulai Malang, Medan, Yogyakarta, Pinrang, Tarakan, Tuban, Brebes, Jakarta, Manado, Makassar, dan Padang. Ia dipercaya menjabat Pimpinan Cabang di Pinrang-Sulawesi Selatan, kemudian Tarakan-Kalimantan Timur (sekarang Kalimantan Utara), Tuban-Jawa Timur, Brebes-Jawa Tengah, dan Tanjung Priok-Jakarta. Selama 14 tahun (1998-2012) ia menduduki posisi Pinca di 5 kantor cabang BRI.

Setelah khatam menjadi Pinca, Sutadi lalu dipercaya menjadi Wakil Inspektur di Manado-Sulawesi Utara, Wakil Pemimpin Wilayah Makassar-Sulawesi Selatan, Wakil Pemimpin Wilayah Malang-Jawa Timur, dan terakhir Pemimpin Wilayah Padang-Sumatera Barat.

Hampir semua area kerjanya berada di kawasan pesisir yang terkesan keras. Faktanya, ia memang kerap diberi tugas untuk membenahi hal yang nyaris hancur serta menghadapi nasabah yang sulit. Untunglah, tangan dinginnya selalu bisa menyehatkan kondisi yang sudah kritis.

Saat bertugas di Pinrang dan menghadapi masalah besar, apalagi bertepatan dengan kerusuhan 1998, Sutadi pun dituntut untuk memimpin di depan, meski harus menantang bahaya.

Apa yang dia lakukan? “Pakai sentuhan religi saat menangani kasus yang amburadul, meluluhkan orang yang keras. Saya prioritaskan mana yang paling sulit, itu yang saya gempur,” ungkap ayah tiga anak yang di BRI dikenal dengan sapaan Pak Ustad ini.

Ada tiga jurus yang menjadi kunci keberhasilan Sutadi, sesuai ajaran Islam yang dianutnya, yakni “man jadda wa jadda” atau menangani masalah secara sungguh-sungguh, lalu “man shabara zhafira” yang bermakna menjalankan tugas dengan sabar meski harus berulang-ulang, serta “man saara ala darbi washala” yaitu bertindak di atas rel yang tepat, lurus penuh kejujuran. 

Ia menambahkan bahwa untuk mencapai sesuatu orang harus punya mimpi, lalu ada tindakan untuk mewujudkan mimpi itu. “Selanjutnya harus dare to live, ibaratnya kaki untuk kepala, kepala untuk kaki. Setelah itu time management dan miracle of prayer, kuncinya itu,” tuturnya.

Kini, meski sudah pensiun dari BRI, kemampuan Sutadi masih diperlukan untuk memimpin PT Bringin Indotama Sejahtera Finance (PT BISF) dan pada saat ini berubah menjadi PT Bringin Inti Sejahtera Fortuna (PT BISF), salah satu anak usaha milik Dana Pensiun BRI dan YKP BRI. Memimpin tentu dalam arti memperbaiki kondisi yang kurang sehat dan mengembangkannya. Ia berusaha menyiapkan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin, supaya tidak meninggalkan masalah untuk penggantinya kelak.

Jika nanti sudah tidak aktif bekerja lagi, kakek empat cucu ini ingin mengabdikan diri di lingkungan tempat tinggalnya di Yogyakarta, terutama di bidang religi. Sebagai manusia ia hanya ingin bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Khoirunnas anfauhum linnas... @